Profesor Hasan Basri, Sosok Teladan di Mata Saya

- 1 Juni 2022, 06:45 WIB
Pelepasan Prof. Hasan Basri
Pelepasan Prof. Hasan Basri /Syalzhabillah/

Oleh: Muhammad Basir-Cyio

RESPONSULTENG-Di kalangan Universitas Tadulako, nama Prof. Drs. H Hasan Basri, MA., Ph.D., bukan sosok yang asing, bahkan Namanya begitu melekat di kalangan kampus terbesar di Sulteng. Bagi saya pribadi, banyak catatan indah yang akan tetap terukir hingga kapanpun jua. Prof Hasan Basri, adalah kakak sekaligus orangtua, yang di saat berada di sekitar kita, terhembus kesejukan dalam berinteraksi.

Baca Juga: Sedikit cerita Tanah Tavaili “Kota Patanggota”

Mengapa kami merasa dekat dengan Prof Hasan Basri? Jawabnya sederhana. Beliau adalah partner kerja yang sejuk, Kakak yang menyayangi adiknya, dan orangtua yang membimbing orang yang dianggap sebagai anak. Secara khusus bagi saya, Prof Hasan Basri adalah tim kerja yang tidak sulit ditemani berkomunikasi. Jiwa seninya yang tinggi, membuat kita selalu enjoy dalam berinteraksi. Kini, beliau telah purna bhakti sebagai dosen ASN di FKIP Universitas Tadulako setelah usia beliau pada Mei ini, genap pada angka 70 tahun, usia yang tergolong banyak memberi manfaat selama menjadi “guru”.

Pelepasan beliau secara resmi oleh Dekan FKIP, Dr Ir Amiruddin Kade, S.Pd. MSi., telah menandai bukti pengabdian panjang di dunia pendidikan tinggi. Beliau begitu banyak meninggalkan kesan bagi saya selama menduduki posisi Dekan FKIP dan selaku Wakil Rektor Bidang Akademik hingga mendapat amanah selaku Ketua Senat Akademik Universitas Tadulako. Bahkan di zaman beliaulah selalu Ketua Senat, Rektor Untad periode 2019-2023, Bapak Prof Dr Ir H Mahfudz, MP., IPU., ASEAN Eng diantarkan ke posisi puncak. Tangan dingin beliau tentu saja memberi bekas dan kesan kebaikan dan kebajikan dalam mengantarkan Prof Mahfudz ke posisi tertinggi singgasana. Sebuah posisi yang selalu menimbulkan kegaduhan empat tahunan sebagai wujud adanya dinamika. Posisi itupun yang selalu memecah belah nilai-nilai persaudaraan sekalipun masa jabatan rektor tak tergolong lama dalam guliran. Persahabatan puluhan tahun harus hancur karena yang seketika. Itulah indahnya berkehidupan. Tapi apapun itu, Prof Hasan Basri telah sukses dalam mengambil peran.

Itulah mengapa, sekalipun beliau telah purna bakti sebagai ASN, namun di mata saya pribadi, Prof Hasan Basri tidak akan pernah ada purnanya. Beliau akan tetap menjadi kakak dan orang tua, menjadi seperjuangan dan sepenanggungan selama sama-sama berada di Lantai IV Rektorat yang hancur karena gempa, kini tinggal kenangan. Kematangan beliau menjadi pemimpin membuat siapapun yang ditemani akan selalau ceria dan terasa selalu bersahabat. Beliau pun punya pandangan yang di setiap momen sering terungkap begitu saja. Bagi Prof Hasan Basri, selalu bersyukur kepada Allah adalah harga mati. Dan berterima kasih kepada orang yang pernah berbuat baik adalah kewajiban. Baginya, 1000 orang yang menjelekkan orang yang pernah memberinya setitik kebaikan akan dipandangnya sebagai sosok yang tak pernah ada salahnya. Bukan berarti yang pernah berbuat baik tidak ada salahnya, tetapi begitulah sosok Prof Hasan Basri dalam mengungkap kepandaiannya bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada orang-orang yang pernah berbuat baik kepadanya.

Pemilihan Rektor Universitas Tadulako
Pemilihan Rektor Universitas Tadulako


Sulit memang mengejawantahkan jiwa seperti itu, namun bagi Prof Hasan Basri itu bagian dari tanggung jawab sosialnya dalam membawa diri. Prof Hasan Basri juga pandai menjaga persahabatan. Jangankan menghianati sahabatnya dari belakang, menodai saja beliau begitu jaga. Begitu mampunya menjaga semua nilai kebajikan yang pernah beliau rasakan dari sahabat-sahabatnnya, torehan dalam bentuk ungkapan perasaan selalu terlontar di setiap kesempatan. Beliau memang tidak sempurna. Beliau juga analog dengan sebatang gading. Ada retaknya dan mungkin juga ada goresnya. Namun sebagai manusia biasa, kebaikan beliau jauh lebih membahana ketimbang keretakannya sebagai sebatang gading. Jauh dari sifat-sifat penghianatan, jauh dari sifat-sifat takabur dan congkak karena jabatan, serta jauh dari sikap lupa diri terhadap orang-orang sekitar.

Baca Juga: Bea Cukai Pantoloan Berhasil Gagalkan Peredaran 139.800 Batang Rokok Ilegal

Jangan bertanya, mengapa beliau dilepas dengan penuh keharuan di FKIP? Karena beliau mampu menjaga ritme hidupnya selama masih ASN dan di saat ada jabatan hingga akhirnya tak punya jabatan yang ber-ending datangnya purna bakti. Kini, beliau tetap banyak sahabat, banyak kenalan, dan banyak kenangan yang terukir. Itu adalah buah dari kesadaran dan kerendahan hati beliau selama menduduki jabatan dekan, Warek, hingga Ketua Senat. Andai saja Prof Hasan adalah sosok yang tidak tahu bersyukur kepada Allah dan tidak pandai berterima kasih kepada orang-orang yang memberinya hakikat persaudaraan, maka mungkin di saat tidak ada jabatan akan “merana” tanpa sahabat. Beliau sadar betul bahwa jabatan jangan menjadi lapangan pencipta musuh, namun dijadikan ladang menumbuhkan nilai persahabatan yang kokoh tanpa ada “permainan berhinat pada ahabat sendiri”. Beliau sadar, apa yang didesain di saat ada jabatan, maka akan menjadi gambar di saat itu semua telah tiada. Inilah yang Prof Hasan Basir pegang teguh hingga semua jabatan diakhiri dengan baik yang berpuncak pada Raihan purna bakti yang sarat dengan khusnul khotimah.

Sebagai adik yang pernah lama membangun komunikasi di rektorat, dan lama pula tak pernah bersua, membuat hati ini terasa saling “mencari kenangan indah”. Ketika beliau kembali full aktif di ruang kuliah FKIP dan saya Kembali full aktif di ruang kuliah Faperta, komunikasi lisan benar-benar terputus. Semakin terputus setela dunia dilanda pandemik Covid-19, hingga akhirnya kami menyaksikan sebuah potret Dekan FKIP Dr Ir Amiruddin Kade M.Si memberi hadiah kenang-kenangan di ruang Dekanat FKIP Senin (30/5) awal pekan ini.

Status purna bagi Prof Hasan Basri, tak akan pernah membuat Punah dalam ingatan saya. Sosok teladan, tak pernah hianati persahabatan, dan selalu bersyukur atas nikmat yang diraihnya. Maafkan saya Prof selaku adik yang pernah sama-sama dalam memikirkan Untad di kala itu. Walaupun tidak banyak yang dapat kita lakukan, namun ada dua jenis mahluk hidup yang tak pernah hilang dalam kenangan. Yakni, pemindahan pohon beringin secara paksa ke tengah taman yang lebih serasi saat ini, dan permohonan sepihak kepada para ‘japi”, kambing, dan kuda untuk berkenan meninggalkan kampus setelah sekian lama membangun “kebersamaan” dengan keluarga besar Universitas Tadulako. Sehat selalu, semoga Prof H Hasan Basri, MA., Ph.D selalu dalam lindungan Tuhan, Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. “Jika saya pernah bersalah ucap jangan dicap sebagai kebencian. Jika saya pernah bersalah tutur jangan jadi ingatan terus menerus. Sebab Ucap dan tutur hanyalah setitik bukti bahwa kita ternyata belum dipanggil oleh Allah SWT.***

Editor: Syalzhabillah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x