RESPONSULTENG - Ada sebuah pepatah yang sering dikumandangkan kalangan TNI di negeri Indonesia tercinta. Dan menjadi pelahir simbolik dari makna regenerasi.
Patah tumbuh hilang berganti. Mati satu tumbuh seribu. Dari sejumlah catatan, kiasan ini sepertinya punya makna relevansi yang mendalam dengan mangkatnya Presiden Pertama RI, Soekarno, pada 21 Juni 1970.
Di tanggal dan bulan yang sama, Presiden RI ke-7, Ir Joko Widodo, hadir di muka bumi, terlahir dari Rahim Bunda tercinta.
Jokowi memang bukan siapa-siapa. Jokowi bukan dari keluarga ningrat, tetapi suasana keningratan batinianya selalu mampu ditabur ke masyarakat yang dipimpinnya.
Baca Juga: 10 Arti Pembukaan Saat Persalinan, Ini Penjelasannya
Nilai ningratnya pun semakin terasa, di saat terus disorot dan dikritik, namun sosok Jokowi justru semakin giat untuk bekerja untuk bangsanya.
Inilah resonansi kekhalifaan di atas bumi Indonesia, dari Sabang hingga Merauke. Jokowi menjadi pembawa kebaikan, pun kemajuan bagi bangsa yang dipimpinnya.
Tidak ada yang menyangkali jika Jokowi adalah pribadi yang rendah hati, tetapi tak pernah rendah semangat dalam mempin negerinya.
Adakah titisan “nilai” dari sosok yang mangkat pada 21 Juni 1970 bernama Soekarno ke sosok Jokowi? Tidak ada teori yang dapat menjelaskan. Tetapi, faktor kebetulan berasas tanggal 21 dan berlandas di bulan Juni, sepertinya dapat diterima.
Baca Juga: Haul Bung Karno, DPP PDI Perjuangan Gelar Doa Bersama di Lenteng Agung
Hari ini, Presiden Jokowi genap berusia 61 tahun, sementara masa mangkat Presiden pertama Soekarno tepat di tahun ke-52. Ini artinya, di saat Jokowi berusia sembilan tahun di Alam Fana, Presiden Soekarno kembali ke Alam Baqa.