Network
RESPONSULTENG - Mungkin ada yang masih ingat, dipertengahan tahun 2021 lalu ramai orang orang memposting opini opini mengenai kebahagiaan atas pencapain di usia 20 tahun hingga 25 tahun.
Kebahagiaan pada dasarnya bisa dianggap sesuatu yang abstrak dalam bahasa kaili biasanya dikatakan “Nosimpotare”, tetapi kebahagiaan itu bisa dirasakan melalui sesuatu hal yang memberikan penjelasan akan hal tersebut.
Secara pribadi dan hidup dilingkungan sosial masyarakat yang memiliki latarbelakang keluarga yang berbeda beda.
Keluarga yang berlatar belakang Anggota TNI/PORLI, Pegawai Swasta, Pegawai Kantoran, Kuli Bangunan, Wirausaha, Guru, Montir dan lain sebagainya.
Melalui lingkungan sosial masyarakat tersebut, secara pribadi dapat melihat bahwa pasti terdapat tingkat perbedaan kebahagiaan dari sudut padang setiap keluarga.
Baca Juga: Overthinking Adalah Jalan Meraih Mimpi, Begini Caranya
Keluarga yang lengkap (Ayah, Ibu, dan Anak) merupakan salah suatu aspek yang bisa memicu rasa bahagia. Keluarga yang tidak lengkap juga bisa menjadi suatu kebahagiaan teragantung bagaimana cara kita menyikapi keaadan dan takdir yang diberikan.
Terkadang kebahagian menjadi suatu kesengsaraan apabila kebahagiaan diukur atau dibandingkan dengan orang lain. Oleh karena itu parameter kebahagiaan saat ini mengalami perluasan makna.
Stoikisme merupakan satu aliran filsafat dari berbagai macam jalan keluar yang dapat digunakan. Aliran filsafat ini berpandangan bahwa manusia harus mampu mengontrol emosi dirinya sendiri untuk bisa mensyukuri apa pun yang sudah terjadi.
Setelah mempelajari dan mencoba menerapkan filsafat ini, mengubah rasa tidak bahagia menjadi suatu rasa untuk kita dapat mensyukuri itu bukan yang mustahil untuk dilakukan.
