Analisis Mendalam Tentang Koalisi Parpol dan Potensi Kemenangan pada Pilpres 2024

6 Februari 2024, 11:15 WIB
Potret Ketiga Capres yang tampil dalam Debat Kelima, yang sekaligus sebagai debat terakhir di Pilpres 2024, yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Minggu malam (4/2). /Youtube Pikiran Rakyat

RESPONSULTENG - Dalam menjelang pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) Indonesia yang hanya tinggal tujuh hari lagi, perhatian utama tertuju pada dinamika politik dalam negeri, khususnya terkait dengan dukungan koalisi partai politik (parpol) di belakang pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).

Kekuatan koalisi parpol yang mendukung pasangan calon dianggap sebagai salah satu faktor penentu kemenangan dalam Pilpres mendatang.

Meskipun demikian, dukungan terbesar dari koalisi parpol belum dapat menjamin kemenangan bagi pasangan yang diusung.

Baca Juga: Strategi Aman Capres pada Debat Terakhir Pilpres 2024 Menurut Pakar Politik

Fenomena menarik muncul terkait dengan kemampuan partai yang mendukung calon tertentu dalam meningkatkan popularitasnya.

Pencalonan calon presiden dan wakil presiden mengharuskan pengusung memiliki dukungan suara yang memenuhi ambang batas pencalonan, dikenal sebagai presidential threshold.

Aturan ini diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu, yang menetapkan bahwa pasangan calon harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi minimal 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Baca Juga: Lewat Shopee Affiliate dan Shopee Live, Guru Honorer Ubah Hidup Lebih Baik dan Jadi Kreator Berprestasi

Tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, telah memastikan bahwa koalisi parpol mereka memenuhi syarat presidential threshold untuk mengikuti Pilpres 2024.

Ditinjau dari perolehan kursi parlemen, pasangan Prabowo-Gibran menduduki posisi tertinggi dengan total 261 kursi, diikuti Anies-Cak Imin dengan 167 kursi, dan Ganjar-Mahfud dengan 147 kursi.

Jumlah kursi ini sejalan dengan perolehan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), mencerminkan total pemilih dari koalisi parpol masing-masing.

Pasangan Prabowo-Gibran sukses meraih dukungan dengan total 55,2 juta suara, diikuti Anies-Cak Imin dengan 37,7 juta suara, dan Ganjar-Mahfud dengan 33,3 juta suara.

Baca Juga: Makanan Ringan Sehat: Resep Edamame Panggang untuk Camilan Sehari-hari

Dukungan dari partai non parlementer juga memberikan kekuatan tambahan pada pasangan calon.

Berdasarkan data perolehan suara pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2019, pasangan Prabowo-Gibran unggul dalam jumlah kursi parlemen dan suara pemilih, menjadikan mereka sebagai kandidat paling kuat untuk memenangkan Pilpres 2024.

Meskipun demikian, keunggulan ini tidak dapat dianggap sebagai jaminan kemenangan mutlak. Faktor-faktor seperti strategi kampanye, isu-isu yang diangkat, latar belakang pasangan calon, dan faktor eksternal seperti kondisi sosial dan politik nasional, dapat memengaruhi hasil pemilu.

Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud juga memiliki peluang untuk memenangkan pemilu. Anies, dengan basis massa yang kuat di DKI Jakarta dan Jawa Barat, didukung oleh jaringan partai politik Islam yang luas yang dimiliki Cak Imin.

Baca Juga: Nikmatnya Makan Malam: Resep Ayam Panggang dengan Bumbu Khas

Ganjar-Mahfud, dengan elektabilitas tinggi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, mendapat dukungan kuat dari PDI-P, partai dengan basis dukungan terbesar.

PDI-P menguasai 27,4 juta suara atau setara dengan 19,91% total suara terkumpul. Gerindra berada di posisi kedua dengan perolehan 17,2 juta suara atau 12,51% dari keseluruhan. Golkar berada di peringkat ke-3 dengan suara terkumpul 16,7 juta atau 12,51% dari total suara.

Meskipun terdapat kesamaan dengan hasil survei yang menunjukkan dominasi pasangan Prabowo-Gibran, perlu diingat bahwa pesta demokrasi 2024 akan berbeda dari lima tahun sebelumnya, baik dari segi jumlah pemilih maupun kecenderungan pemilih.

Penting untuk dicatat bahwa pendukung partai tertentu belum tentu akan memilih capres yang diusung partai mereka.

Oleh karena itu, kekuatan koalisi partai tidak selalu dapat diartikan sebagai seberapa besar perolehan suara dari pendukung partai.

Dengan segala kemungkinan yang terbuka, hasil akhir Pilpres 2024 akan sangat dipengaruhi oleh dinamika politik dan perubahan opini publik dalam delapan hari mendatang.***

Editor: Syalzhabillah

Tags

Terkini

Terpopuler