Terkait Pengiriman Berkas Hasil Pilrek, Ketua Senat Sebut Sedang Dilengkapi Dokumen Pendukung

25 November 2022, 10:55 WIB
Prof Amar sebagai Rektor Terpilih Univeristas Tadulako (Untad) /Syalzhabillah /Instagram Humas Untad


RESPONSULTENG – Pemilihan Rektor Untad periode 2023-2027 telah tuntas dengan perolehan suara 77 untuk Prof Dr Ir Amar ST M dan 32 suara untuk Prof Dr Muhammad Khairil, M.,Si. MH.

Atas rampungnya pemilihan tersebut, Ketua Senat berjanji untuk segera mengirim ke Kementerian yang akan diantar langsung oleh Ketua Panitia Dr Ir Adam Malik, M.Sc.IPU. ASEAN Eng bersama Sekretaris Senat, Dr Ir Zeffitni, S.Pd.MT.

Menurut Prof Dr Ir Muhammad Basir, pihaknya sangat bangga dan bersyukur proses pemilihan berlangsung penuh kekeluargaan tanpa ada riak-riak. Ini kita harus jaga terus ke depan. Untad ini bukan milik kita yang ada saat ini tapi milik generasi masa depan bangsa.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Virgo Soal Kesehatan, Cinta, dan Karir Besok 26 November 2022

Karena itu, harap Prof Basir, siapapun yang mendapat amanah itu adalah bertugas mengantar Untad ke depan karena pemiliknya adalah generasi masa depan bangsa.

Terkait situasi pasca Pilrek, Prof Basir mengatakan jika anggota senat dan keluarga besar Universitas Tadulako selalu bisa memahami dan menerima realitas.

Sama dengan kontestasi lain, semisal Pilkada dan Pilpres, sebelum sampai pada puncak perhelatan, riak-riak itu selalu ada.

Jangankan pemilihan rektor, sedangkan suami istri saja yang mau ke pesta kadang terjadi pertengkaran hanya soal warna baju yang akan digunakan.

Perdebatan sering terjadi. Suami maunya yang warna merah maron, tetapi isteri inginnya yang agak pink kombinasi coklat keunguan.

Baca Juga: Jaga Tubuh Tetap Sehat, Mentan Jalan Santai Bersama Rombongan, Ada Wanita Cantik di Sampingnya

Ribut kadang-kadang, padahal yang mau enak-enak adalah pengantin yang mau didatangi. Namun setelah kembali dari pesta, warna baju tadi sudah tidak dipersoalkan karena niat sudah ditunaikan, kata Prof Basir memberi ilustrasi.

Kita berharap, pinta Prof Basir, semoga ke depan harus lebih baik, dan itu pesan religi bahwa saat ini harus lebih baik dari sebelumnya, dan yang akan datang harus lebih baik dari yang ada saat ini. Itu dimensi religi, apalagi dari matra sosial, katanya.

Ditanya soal adanya isu polarisasi dalam kampus, Prof Basir menjawab dengan tersenyum sembari menjelaskan bahwa polarasasi itu tak akan pernah mampu dihilangkan oleh siapapun dalam sebuah komunitas. Baik ukuran kecil maupun ukuran besar.

Mengapa itu terjadi? Kata Prof Basir, tidak ada seorang pemimpin yang mampu memenuhi semua hasrat dan keinginan orang sekitarnya.

Saya jelaskan tahapan terjadinya polarisasi dalam kampus. Ketika periode pertama saya, misalnya, polarisasi mulai terasa saat sudah mengisi sejumlah posisi, warek, ketua lembaga dan unit-unit lainnya. Ketika ada 10 orang yang berhasrat jadi warek (ini misal), maka ini menjadi titik awal munculnya polarisai. Empat orang yang sukses mengisi posisi warek, maka pastikan akan Ada enam orang yang menyatu, katanya.

Baca Juga: Penggemar Jepang Panen Pujian untuk Pembersihan Stadion di Piala Dunia 2022

Apa yang mempersatukan lahirnya polarisai? Rasa, khususnya rasa kecewa karena tidak terakomodasi. Itu satu. Yang lainnya, kata Basir, di saat orang itu berhasrat mau jadi dekan, namun akhirnya jatuh ke posisi wadek, maka ini juga sumbu polarisasi.

Itu baru mereka yang bersumber dari pendukung pemliki suara, belum lagi kepentingan lainnya, termasuk yang gagal meraih impian dan tidak sadar akan sikon keterbatasan posisi yang mau diisi tidak pernah sebanding dengan yang memiliki hasrat jabatan, maka ini juga menjadi sumber polarisasi.

Karena itu, lanjut Basir, siapapun yang jadi pemimpin akan berhadapan dengan polarisasi yang pencetusnya adalah orang-orang terdekat dalam perjalanan persahabatan, bahkan yang pernah mendapat “nikmat Allah” tetapi masih mau lalu sudah tidak terakomodasi (tidak kebagian), ini juga sumber polarisai.

Jadi, lanjut Prof Basir, jika ada pemimpin yang bisa Men-Zero-kan polarisai dalam masa kepemimpinannya, pihaknya ingin berguru.

Oleh karena itu, kata Prof Basir, jangan pernah memanas-manasi situasi, kenapa si A jadi begitu padahal dulu. Kenapa si B tega sekali padahal dulu. Tidak perlu karena memang begitu namanya perjalanan hidup dan polarisasi itu akan selalu ada hingga akhir jaman.

Stop ucapkan kenapa si A tidak tahu diri kenapa si B lupa daratan. Dalam teori polarisasi modern yang digagas Nicola A. Spaldin bahwa polarisasi bisa terjadi dalam waktu lama bisa juga suatu padatan (masih Bersatu) secara spontan bisa terpolarisasi tanpa menunggu waktu yang lama.

Baca Juga: Renyah dan Tahan Lama! Resep Udang Krispi Ala Chef Devina Hermawan

Dan, lanjut Prof Basir, penyebab utama dalam polarisasi sosial adalah soal “RASA” yang bermuatan mimpi, keinginan, hasrat, dan ambisi. Jika ini tidak terwujud, maka itulah awal mencairnya padatan persaudaraan menjadi liar ke sana ke mari mencari sesama hasil polrasasi dari tempat lain untuk membentuk padatan baru (kelompok- kelompok baru), urai Basir.

Di akhir penjelasannya, Prof Basir berharap kepada Rektor baru terpilih untuk selalu dalam lindungan Allah SWT dalam meneruskan para pendahulunya, mulai dari Prof Mattulada hingga Prof Mahfudz.

“Dan kita semua jangan pernah galau jika akhirnya ada polarisasi, sebab pepatah yang berbunyi “Lawan Terbesar adalah Kawan Terdekat”, itu adalah benar yang dimulai dari polarisasi karena karena soal rasa yang tak terkendali”, jelas Prof Basir mengakhiri penjelasannya.***

Editor: Syalzhabillah

Tags

Terkini

Terpopuler